Pak Badrun mengelap keringatnya yang bercucuran, nafasnya sedikit
terengah karena dia baru saja menyelesaikan pekerjaan yang cukup berat,
membereskan ruangan 10×20 meter itu hanya berdua, ruangan yang satu
tahun tak dihuni dan ditinggalkan oleh tuan rumahnya.
Sementara Pak Badrun sibuk mengatur nafasnya sembari beristirahat sepasang mata sedang mengawasinya. Datang seorang setengah bayah, mungkin seusia Pak Badrun, menghampiri Pak Badrun yang sedang beristirahat:
” Pak, maaf ya…bapak tidak bisa bweristirahat sementara di sudut ruangan sana masih banyak debu ” ucapnya setengah berteriak.
Pak Badrun serta merta berdiri dan mendengarkan omelan si Bapak paruh bayah itu.
” Maaf, pak kami tadi cuma istirahat sebentar karena haus ” papar Pak Badrun lirih.
” Iya, tapi bapak selesaikan dulu…saya gak mau tahu! Pokoknya jam 5
sore ini semua harus bersih ” gertak lelaki paruh bayah itu sambil
berlalu. Sepasang mata mengawasi peristiwa itu namun segera berlalu
karena lelaki paruh payah menggandengnya masuk ke dalam mobil.
Pak Badrun mengisyaratkan sahabatnya untuk segera memulai bekerja kembali.
Esoknya Pak Badrun terbaring lemah di atas kasur lusuh, dengan
selimut bulu yang sudah usang menutupi tubuh besarnya yang sudah mulai
melemah karena terlalu banyak dipekerjakan dengan keras. Pekerjaan
kemarin rupanya telah membuat Pak Badrun sakit.
Tidak ada yang memilih menjadi miskin, tetapi menjadi miskin bukan
pula sebuah dosa. Beruntunglah bagi mereka yang mendapatkan kesempatan
untuk. memperbaiki nasib mereka. Ya, setiap orang memang memiliki
kesempatan yang sama, namun bukanlah salah seseorang jika tidak dapat
mengambil kesempatan itu. Menjadi miskin, menjadi kuli, menjadi bawahan
juga bukan salah Pak Badrun tapi selayaknya semua orang memperlakukan
dia tanpa membedakan status.
Seorang gadis cantik mendekati ranjang di mana Pak Badrun
ryaterbaring, dia meneteskan air mata, dia merasakan sakit yang
dirasakan sakitnya Pak Badrun.
“Pak, maafkan Papa saya ya….Bapak cepat sembuh” isaknya. Pak Badrun
menepuk-nepuk punggung tangan si gadis cantik sambil tersenyum simpul.
” Gak papa mbak… Saya tahu, saya ini cuma kuli kalau salah memang
harus dimarahi ” tuturnya lirih yang mengisyaratkan kepasrahan. Air mata
gadis cantik itu masih terus menetes, dia tidak mampu melunakkan hati
Papanya namun dengan caranya sendiri dia ingin menceritakan kepada Pak
Badrun bahwasannya di balik kekerasan Papanya masih ada dia yang
menawarkan kelembutan kasih yang tulus.
Hidup seperti pelangi, penuh warna dan akan bisa dilihat setelah hujan.
No comments:
Post a Comment